Sabtu, 12 Maret 2011

teori mutasi

Dengan adanya Otonomi Daerah di Indonesia membawa perubahan yang signifikan terhadap penyelenggaraan pemerintahan di Indonesia. Berubahnya UU Nomor 5 tahun 1974 ke UU Nomor 22 tahun 1999, mengubah sistem pemerintahan dari monolitik sentalistik di Pemerintah Pusat menjadi lokal demokrasi di Pemerintah Daerah (Utomo, 2001). Bertambahnya wewenang yang diterima Pemerintah Daerah pada satu sisi merupakan suatu bentuk pemberdayaan Pemerintah Daerah, disisi lain menuntut kesiapan dari Pemerintah Daerah dalam menerima wewenang tersebut. Konsekuensi ini pun harus diterima secara bersama-sama sebagai bentuk kemandirian daerah, bukan saja kewenangan tapi juga tanggungjawab pengelolaannya.

Sumber daya manusia sebagai salah satu isu strategis Otonomi Daerah memegang peranan penting dalam upaya mewujudkan kemandirian daerah dengan sifatnya yang dimanis dan aktif. Di dalam pemerintahan, sumber daya manusia ini tercermin pada Pegawai Negeri Sipil (PNS) sebagai aparat (aktor) pelaksana pemerintahan. Pengembangan pegawai tidak hanya terkait dengan organisasi saja tetapi juga harus sampai kepada pengembangan sebagai individu. Pengembangan PNS erat kaitannya dengan kesempatan untuk mengaktualisasi diri melalui peningkatan kemampuan intelektual atau skill maupun kemampuan manajerial. Pada prakteknya hal ini dapat ditunjukan dengan keikutsertaan PNS dalam pendidikan dan latihan, pembinaan pegawai, serta mutasi baik mutasi dalam jabatan (promosi dan demosi) maupun mutasi tidak dalam jabatan (rotasi) antar unit ataupun wilayah kerja.

Kemampuan berkompetensi dengan organisasi lainnya tentu tidak hanya ditentukan oleh pemimpin sebagai pengambil keputusan, tetapi karyawan sebagai anggota organisasi menjadi pelaksana aktif bagi terwujudnya tujuan organisasi. Dalam pekembangannya setiap organisasi baik organisasi pemerintah ataupun organisasi swasta slalu dihadapkan pada berbagai masalah. Salah satu masalah muncul adalah mengenai produktivitas karyawan. Hal tersebut senada dengan pendapat T.Handoko (2000:193) yang mengemukakan bahwa “Karyawan bekerja dengan produktif atau tidak tergantung pada motivasi, kepuasan kerja, tingkat stress, kondisi fisik pekerjaan, sistem kompensasi, desain pekerjaan, dan aspek-aspek ekonomis, teknis serta keperilakuan lainnya”.

Isu strategis dalam otonomi daerah lainnya sebagaimana dikemukakan oleh Warsito Utomo adalah Net Work Ability. Dalam hal ini kemampuan kerjasama antar daerah sangat dituntut sebagai upaya pengembangan daerah itu sendiri agar tidak terkooptasi (terkotak-kotak) pada satu daerahnya saja. Sehingga sumber daya manusia dapat berjalan dengan baik karena pencapaian tujuan organisasi dapat dioptimalkan. Dan kepuasan kerja pun merupakan salah satu prasyarat bagi tercapainya tingkat produktivitas yang tinggi, karena jika kepuasan kerja rendah, maka produktivitas kerjanya pun rendah.